Warga Perbatasan Lebih Memilih Kota Cirebon

Editing by - Amiz

Kesambi - Seorang warga perbatasan kota dan kabupaten, Yuyun Wahyu Kurnia mengaku lebih memlih ingin diakui secara administrasinya menjadi warga Kota Cirebon daripada menjadi warga kabupaten. Warga yang beralamat di Jalan Saputra Desa Sutawinangun Kecamatan Kedawung itu mengungkapkan Pemerintah Kabupaten Cirebon belum maksimal mengakomodir kebutuhan warga kabupaten yang tinggal di perbatasan.

Bahkan menurutnya, sejak tahun 1990 bertempat tinggal di daerah itu Pemkab sangat jarang memberikan bantuan di sekitar daerah di mana dia tinggal. Yuyun mengaku, lebih ingin menjadi warga Kota Cirebon, sebab Pemkot sejauh ini lebih memperhatikan kebutuhan warga Kabupaten Cirebon yang tinggal di perbatasan, baik dari sisi bantuan sosial maupun pelayanan masyarakat lainnya.

“Bayangkan sejak saya mendirikan rumah pada tahun 1990, belum mendapat bantuan apa-apa dari Pemkab, baru ada pembangunan lima tahun terakhir ini dari Pemda, itu juga setelah ada seorang pejabat Pemda. Kalau di sekitar perumahan saya belum pernah,” ungkapnya di kantor Sekretariat Perbakin Kota Cirebon, Kamis (11/9) kemarin.

Yuyun juga menyampaikan, saat ini warga kabupaten yang tinggal di perbatasan tengah membentuk panitia kecil membuat referendum, yang isinya meminta jajak pendapat kepada seluruh warga yang tinggal di perbatasan untuk menentukan lebih ingin memilih sebagai warga kota atau kabupaten. Lanjut dia menjelaskan, warga di perbatasan saat ini lebih ingin menjadi warga kota.

Pihaknya mengimbau kepada Bupati Cirebon, jangan takut kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika banyak di wilayah perbatasan masuk di wilayah kota. Dia menjelaskan, berdasarkan perkembangannya daerah di perbatasan seperti di Tuparev sebetulnya pernah menjadi bagian Kota Cirebon. Menurutnya, masalah PAD di wilayah perbatasan sebetulnya bisa dibagi oleh dua daerah itu.

“Jangan takut pemkab kehilangan PAD-nya, Pemkab sebaiknya jangan terlalu meributkan masalah sangketa wilayah batas kota-kabupaten, baiknya Pemkab mengurusi wilayah Cirebon Timur yang belum dimaksimalkan potensinya. Apalagi, ruas jalan di sana masih jelek semua,” tuturnya.

Menanggapi pernyataan Bupati yang dianggap berlebihan menyikapi persoalan sangketa batas wilayah, Yuyun memaklumi sikap responsif orang nomor satu di Kabupaten Cirebon itu. Menurutnya, karena Sunjaya Purawadisastra merupakan seorang perwira. “Saya memaklumi saja sikap itu, kalau Bupati itu kan orang militer, mungkin tanggung jawab mempertahankan wilayah bagi perwira itu sangat sensitif. Tapi yah jangan berlebihan juga, karena kita tidak sedang berebut wilayah seperti Israel dan Palestina,” tukasnya.

Hal serupa dikatakan rekannya, Agus Permadi menjelaskan, alasan kebanyakan warga perbatasan memilih Kota Cirebon yaitu di antaranya karena alasan pelanyanan administrasi dan pelayanan fasilitas umum. Dia menjelaskan, seperti warga Kecamatan Kedawung yang ingin menyelesaikan administrasi yang berkaitan dengan kependudukan harus ke Sumber. Bahkan, sebaliknya Pemkot Cirebon mengakomodir pelayanan umum, seperti Puskesmas dan lainnya. “Saya sendiri bikin SIM harus ke Sumber, belum lagi warga perbatasan yang sakit pasti lebih memilih Puskesmas yang ada di Kota,” ungkapnya.

Alumni SMA Muhammadiyah itu menceritakan, pada tahun 1977 sekolahnya secara administrasi termasuk di wilayah Kota Cirebon. “Pada saat itu sepanjang jalan Tuparev dan sekitarnya, masih wilayah Kota Cirebon,” jelas Agus. (Iwe/CNC)

Tidak ada komentar: