John Dalton, ilmuwan buta warna yang sukses di bidang kimia

Editing by - Amiz

Buta warna seringkali menjadi penghalang bagi seseorang untuk sukses di bidang pekerjaan tertentu, terutama bidang sains dan teknik. Pekerjaan-pekerjaan seperti ahli kimia dan dokter selalu mensyaratkan tidak buta warna. Namun, peneliti yang lahir di Inggris tahun 1766 silam ini membuktikan bila buta warna bukan penghalang untuk dapat berkarir di dunia sains.

John Dalton, pria yang lahir pada tanggal 6 September 248 tahun yang lalu tersebut berhasil menjadi salah satu ahli kimia termasyur yang buah pikirannya menjadi landasan pengembangan ilmu pengetahuan modern, termasuk teknologi nuklir.

Semasa hidupnya, Dalton tidak pernah lepas dari alat-alat pengukur cuaca dan hampir selalu mencatatkan detail-detail yang terjadi setiap hari. Meski kemudian dirinya telah menjadi ilmuwan dan guru terkemuka di salah satu universitas di Manchester. Kesungguhannya mengabdikan diri untuk dunia pengetahuan tak lepas dari masa lalu Dalton yang cukup menyedihkan.

Dalton dan saudara laki-lakinya lahir di sebuah keluarga yang sangat miskin dan 'dianugerahi' buta warna turunan. Dalton kecil tidak dapat melihat warna merah dan hijau dan kesulitan mengenyam pendidikan yang layak. Berkat ketekunannya, Dalton dapat bersekolah dan terus mengembangkan minatnya di dunia geofisika, termasuk cuaca.

Sejarah mencatat jika Dalton menjadi orang pertama yang dapat menjelaskan keberadaan bagian terkecil dari suatu zat atau yang lebih sering dikenal dengan atom. Setelah mempelajari dan melakukan berbagai penelitian berbahaya serta mendapat inspirasi dari filsuf Yunani, Demokritus, Dalton akhirnya dapat menyimpulkan bila semua zat baik padat, cair, dan gas terdiri dari partikel-partikel super kecil yang disebut atom.

Pada tahun 1808, Dalton menerbitkan sebuah buku judul A new System of Chemical Philosophy yang berisiskan teori tentang klasifikasi unsur dari berat atom yang menyusunnya. Teori Dalton lain yang sangat terkenal adalah fakta dimana sebuah atom tidak dapat diciptakan dan dihancurkan, mirip dengan teori kekekalan energi.

Di akhir hayat tahun 1817, Dalton masih 'sempat' menyumbangkan matanya untuk dianalisis. Tindakan terakhirnya ini untuk memutuskan apakah memang benar buta warna yang dialaminya adalah faktor keturunan atau bukan.

Hasilnya, analisis mata Dalton menunjukkan adanya kecacatan turunan. Berkat sumbangsihnya tersebut, buta warna merah dan hijau sampai saat ini sering disebut 'Daltonisme'

Tidak ada komentar: