
Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengaku sudah siap menyiapkan teknologi untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan cara pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. Hanya saja, perlu payung hukum untuk menerapkan e-voting di pilkada.
Kepala
Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT, Andrari Grahitandaru mengatakan, e-voting
akan memercepat proses pemungutan suara jika dibanding sistem manual. “Kita
sudah siapkan teknologinya sejak 2009. Sampai sekarang bahkan sudah 13 kali
dipakai dalam pemilihan kepala desa. Tapi kalau dioperasionalkan untuk pilkada
belum, karena perlu peraturan yang jelas,” katanya saat dihubungi di Jakarta,
Kamis (9/10).
Andrari
menjelaskan, penggunaan e-voting sudah dilakukan pada 2013 silam dalam 13
pilkaes. Di antaranya pilkades di 7 desa di Boyolali, Jawa Tengah, 2 desa di
Jembrana, Bali, serta 4 desa di Musirawas, Sumatera Selatan.
“Jadi Pilkades dengan e-voting ini sudah sangat serius. Karena aturannya tidak perlu diganti. Beda dengan pilkada dan pilpres,” ujarnya.
“Jadi Pilkades dengan e-voting ini sudah sangat serius. Karena aturannya tidak perlu diganti. Beda dengan pilkada dan pilpres,” ujarnya.
Untuk
menjalankan sistem e-voting kata, Andrari, juga tidak terlalu sulit. Menurutnya,
perangkat yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem e-voting sangat umum dan
sangat banyak di pasaran. Antara lain berupa komputer layar sentuh dengan
spesifikasi single touch. Komputer digunakan masyarakat untuk menggunakan hak
pilih, dan printer untuk mencetak struk hasil yang dipilih.
Selain itu,
e-voting juga perlu dilengkapi card reader untuk membaca kartu smart
pengamanan. “Perangkat lain adalah aki, karena tidak menggunakan PLN. Jadi
e-voting bisa dijalankan tanpa listrik dari PLN. Polanya, warga tetap datang ke
TPS (tempat pemungutan suara), karena putusan MK e-voting dibolehkan asal jujur
dan adil. Jadi pemilih ke TPS memilih dengan menyentuh layar computer. Surat
suaranya elektronik. Setelah memilih calon, lalu ada konfirmasi, pilih nomor
berapa satu, dua atau tiga,” katanya.
Andrari
menjelaskan, sistem e-voting yang telah diterapkan BPPT itu berbeda dengan
Amerika Serikat. Meski pemilih di AS datang ke TPS, namun tidak perlu ada struk
pemilihan. Sebab, pilihan pemilih langsung terkoneksi ke pusat data.
“Kalau kita
enggak, ini untuk mengurangi hacker itu. Begitu tutup TPS, hasilnya keluar dan
ini tercetak dari printer. Saksi tanda tangan, kemudian tempelkan modem. Sekali
klik, hasil masuk ke data center. Saksi bisa langsung melihat ke data center.
Angkanya sesuai tidak,” katanya.
Andrari
memastikan pola e-voting sangat efektif, karena rata-rata waktu yang dihabiskan
seorang pemilih saat berada di depan komputer hanya sekitar 20 detik.
Meski begitu jadi atau tidaknya penggunaan e-voting sepenuhnya tergantung
kepada KPU. (gir/jpnn)
Info: Jpnn.Com









Tidak ada komentar: