BBM Naik, Pendapatan Sopir Angkot Menurun

Editing by - Amiz

Sumber -  Rencana pemerintah pusat menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dikhawatirkan oleh sejumlah sopir angkotan kota dan pedesaan di Kabupaten Cirebon. Kenaikan BBM dapat membuat jumlah penumpang menurun.

Meski tarif ongkos dinaikan, tetap tidak akan membantu jika jumlah penumpang menurun hingga. Pemerintah berencana menaikan harga BBM hingga Rp 3.000 per liter. Kondisi saat ini, para penumpang lebih banyak menggunakann kendaraan sendiri (sepeda motor), terlebih nantinya ada kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Ya memang kalau naiknya sampai Rp 9.500, ada kemungkinan ongkos naik Rp 1.000, jadi Rp 4.000," ungkap Mais (37), pengemudi angkot jurusan Sumber - Gunung Sari, saat ditemuai di Pertigaan Sumber, Kamis (30/10).

Kenaikan BBM ini telah dipastikan oleh Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro. Kenaikan akan terjadi sebelum 1 Januari 2015. Bahkan dipertegas pada awal November harga BBM akan berganti dari Rp6.500 menjadi Rp9.500 untuk premium.

Menurut Mais, masyarakat tidak bisa berbuat banyak dengan rencana kenaikan tersebut. Namun dia berharap ada langkah antisipasi dari pemerintah. Pasalnya kenaikan BBM dapat memicu kenaikan kebutuhan pokok termasuk transportasi.

Dia mengatakan kenaikan BBM ini membuat para penumpang beralih menggunakan kendaraan pribadi. Mereka mulai memikirkan kredit kendaraan bermotor. Kondisi ini, ujar dia, kerap terjadi setiap pemerintah menaikan BBM.

"Sebelumnya juga begitu, penumpang dari sepi jadi tambah sepi. Kalaupun ongkos naik, setoran juga naik. Penumpang enggak ada, mereka lebih memilih kredit motor untuk aktifitanya," ujarnya.

Saat ini, menurut Mais, dari tarif ongkos Rp 3.000, dia rata-rata mendapat pemasukan bersih Rp 50.000. "Itu sudah dipotong setoran Rp 80.000," ucap dia.

Hal senada diungkapkan sopir Angkutan Perdesaan (Angdes) Sumber-Kramat, Alwi (42). Menurutnya kenaikan BBM membuat aktivitas transportasi di daerah lesu. Padahal sejak dimudahkannya masyarakat memiliki kendaraan pribadi dengan cara kredit, jasa angkot dan angdes tidak lagi menjadi yang utama.

Ladang bagi para sopir kini, ujar dia, hanya pada penumpang sekolah. "Kami ramenya hanya pas berangkat sekolah sama bubaran sekolah. Sisanya ya begini. Tapi sekarang juga kan banyak anak sekolah yang sudah menggunakan motor sendiri. Parkirannya saja tambah penuh," kata dia.

Lebih jauh diungkapkan Alwi, jika kenaikan itu benar, pemerintah harus mengantisipasi lesunya jasa transportasi. Termasuk tarif ongkos yang kini harus mengacu dari Dinas Perhubungan.

"Ya kalau sopir kan sama juga masyarakat bawah, harus juga diberi solusi. Misalnya melalui Dishub, bagaimana menetapkan tarif yang tepat. Jangan seperti saat ini, tarif ditetapkan Rp 3.000 tapi tetap banyak yang bayar cuma Rp 2.000, bahkan Rp 1.500. Susah juga," kata dia.
Selain para sopir angkot, keluhan kenaikan listrik diungkapkan para tukang ojeg. Sairin (53) mengaku sudah memiliki perkiraan jika kenaikan terjadi. Sebagai penyesuaian, dia berencana menaikan ongkos hingga Rp 2.000.

Kenaikan itu untuk mengantisipasi turunnya jumlah penumpang. Mengingat ojeg di Kabupaten Cirebon bukan jasa transportasi utama.

"Penumpang ojeg bukan penumpang rutin, sesekali, kalau memang butuhnya cepet. Kalau naik pasti yang naik ojeg sedikit, makanya dinaikin ongkosnya dari Rp 4.000 jadi Rp 5.000 atau Rp 6.000," ujarnya. (Enon/CNC)

Tidak ada komentar: