MENJELANG Hari Batik Nasional 2014, Rabu (2/10) mendatang. Tidak ada aktifitas yang istimewa bagi para pelaku usaha kecil menengah (UKM) di sentra industri rakyat batik tulis yang terpusat di Blok Kebon Gedang Lor, Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Para pengrajin terlihat sibuk dengan aktifitas seperti biasanya yakni membatik.
Padahal,
Batik Ciwaringin asal Kabupaten Cirebon ini merupakan bagian tradisi batik di
Nusantara. Bahkan Batik Ciwaringin sejajar dengan Batik Trusmi yang lebih
dikenal masyarakat di era sekarang. Batik tulis Ciwaringin sendiri sempat
mengalami kejayaan pada era 1950-1960-an. Namun setelah masuknya batik printing
dari luar Cirebon pada tahun 1970-an Batik Ciwaringin berangsur surut.
Namun,
setelah Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kebudayaan (UNESCO)
sendiri pada tanggal 2 Oktober 2009 telah menetapkan batik sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity).
Penetapan
itu sekaligus bentuk "pengakuan dunia" akan batik sebagai sebuah
mahakarya budaya Indonesia yang menjadi kebanggaan.
Lambatnya
perkembangan Batik Ciwaringin selama ini karena minimnya perhatian dari
pemerintah walaupun memang selama ini ada pembinaan dari pihak sawsta seperti
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Unit Pabrik Palimanan Cirebon, melalui
program tanggung jawab social perusahaan (CSR).
Padahal
bila melihat kebelakang, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada
pertengahan 1997. Kala itu, sektor UKM dan koperasi bukan hanya dapat bertahan
di antara banyaknya usaha-usaha besar yang jatuh. Namun, malah menjadi
penyelamat perekonomian nasional hingga tidak ambruk dalam keadaan yang lebih
buruk.
Hal
inilah yang seharusnya menjadi cambuk pemerintah untuk terus menopang dan
menggangkat hingga menemukan masa kejayaannya kembali di era sekarang dan yang
akan datang bagi para pelaku UKM yang memang telah teruji kehandalanya dalam
menyelamatkan negeri ini dari sebuah krisis ekonomi.
Sayangnya,
nasib UKM hingga kini masih belum pernah mencapai masa keemasannya sehingga
kesan tidak terhindarkan masih diperlakukan sebagai anak tiri dalam
perekonomian nasional meski secara empiric bangsa ini telah mendaptkan hasil
jerih payah para pelaku UKM.
Salah
satu pengarjin Batik Ciwaringin yang masih eksis mempertahankan warisan
leluhur, Hasan (43) mengatakan, membangun dan mengembalikan tradisi batik tulis
Ciwaringin di tengah bayang-bayang nama besar Batik Trusmi yang lebih dikenal
khas di Cirebon merupakan perjuangan yang tidak mudah.
Sejak
1997-AN dia mulai melanjutkan warisan leluhurnya, khususnya neneknya, hanya di
lingkungan keluarga kerajinan membuat batik tulis itu ditekuni hingga pada
tahun 2006, yang kemudian mewujud dalam bentuk UKM "Pring Sedapur".
Dan kini dia memiliki butik Batik Tulis Risma yang di kelola bersama istrinya.
Menurutnya,
awalnya, ada sekitar 16 orang yang tertarik untuk menerjuni kerajinan batik
tulis itu, hingga kemudian berkembang menjadi lebih kurang 100 orang, dan
beberapa di antaranya telah menjadi UKM yang dikelola sendiri.
“Batik
Ciwaringin sekarang sudah mulai bergairah kembali, setelah ada pembinaan dari
Indocement,” katanya.
Bersama
dengan mitra dan pembina UKM, yakni PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Unit
Pabrik Palimanan Cirebon, melalui program tanggung jawab sosial perusahaan
(CSR) mulai memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk kerajinan batik tulis
Ciwaringin.
Melalui
program itu, kata dia, sedikitnya telah dilahirkan tiga angkatan, yang
jumlahnya mencapai 70 orang yang kini telah berproduksi dengan karya-karyanya,
hingga kini telah muncul "kampung batik" di Desa Ciwaringin.
Kini
karya-karyanya sudah mulai dilirik Negara tetangga seperti Malaysia. Begitu juga
kota-kota besar di Indonesia seperti, Batam, Palembang, Jakarta, Bandung,
Yogyakarta termasuk dari Solo dan Pekalongan. Karena memang Batik Ciwaringin
memiliki motif tersendiri terlebih menggunakan pewarna alami dari tumbuhan yang
ada di sekitar Ciwaringin. (Enon/CNC)
Info: CirebonNews.Com
Tidak ada komentar: